“TAKDIR adalah akhir usaha manusia.” Sebuah quote dari Kang Abik pada novel mega best seller-nya ‘Ayat-ayat Cinta’ yang baik buku maupun film-nya sempat booming beberapa tahun silam.
Dan saya, selalu berusaha memanggil kata-kata itu untuk kembali terngiang dalam ingatan, ketika perasaan menyerah dan nyaris putus asa mulai bertahap untuk merajai diri. Gawat sudah kalau kita menyerah. Kacau sudah kalau kita putus asa. Keduanya hanya akan membuat kita buta pada kesempatan-kesempatan yang sejatinya terbuka lebar di depan mata.
“Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda.”
Tentu saya bukan pencetus pertama kata-kata mutiara di atas. Dan boleh jadi kita sudah kenyang betul diingatkan dengan rangkaian kata di atas, kalau rasa gundah dan hampir menyerah kadung menggelayuti pikiran. Tapi percayalah, itu bukan sekadar kata-kata motivasi tanpa makna dan fakta, sebab hal tersebut memang benar adanya.
Belajar dari pengalaman, saya lebih mengartikan bahwa kegagalan demi kegagalan itu sejatinya adalah proses atau bahkan bagian dari kesuksesan yang akan kita raih nantinya. Kita tidak pernah tahu, di usaha ke berapa kita akan menuai kesuksesan yang diinginkan.
Saya umpamakan begini; Allah menakdirkan kita baru akan sukses di usaha yang kesepuluh. Jika kita lantas menyerah di usaha yang kesembilan, apa kita akan sukses? Ini yang saya rasa cocok dengan kalimat sakti dari Kang Abik, yang dikutip di awal tulisan ini, bahwa takdir adalah akhir usaha manusia. Ketika kita menyerah, semuanya selesai. Kita telah memilih jalan takdir sendiri, padahal Allah sudah menyiapkan takdir yang lebih baik JIKA kita masih mau melanjutkan ikhtiar kita.
Berapa kali kalah event?
Berapa kali tulisanmu ditolak media atau penerbit?
Kalau perasaan menyerah dan putus asa mulai datang mendekat, ayo segera ingat kisah Thomas Alva Edison sebelum akhirnya berhasil menemukan lampu. Cari tahu juga berapa kali seorang JK. Rowling ditolak bahkan dianggap gila ketika menawarkan buku Harry Potter ke berbagai penerbit, sebelum akhirnya hingga kini ia menjadi salah satu wanita terkaya di dunia.
Bulan lalu, ketika mengikuti event menulis pertama di luar sebuah komunitas kepenulisan, dan sangat berharap karya saya bisa ikut dibukukan bersama salah satu motivator andal juga penulis lainnya, ternyata saya gagal. Alhamdulillah, salah seorang teman yang saya kenal, karyanya lolos untuk dibukukan.
Perasaan saya? Ya nano-nano … manis, asam, asin.
Kalau saya nggak ikutan jadi peserta, mungkin manis mutlak, karena ikut berbahagia ada karya teman yang berhasil dibukukan. Masalahnya saya ikutan, jadi rasa manis itu kecampur deh sama perasaan kecewa lagi iri. Saya sih jujur saja, ikut event nggak sekadar ingin cari pengalaman, tapi juga ingin menang dong.
Alhamdulillah, ada teman lainnya—masih dari komunitas yang sama—memberitahukan bahwa salah satu penerbit mayor yang memang sering membuat event based on true story, kembali menggelar sebuah sayembara. Waktu itu nggak terlalu fokus sama hadiahnya. Karyanya bisa dibukukan saja, sudah Alhamdulillah.
“Bismillah, siapa tahu event kali ini karya saya berhasil dimuat.”
Saya termasuk orang yang nggak sabaran. Menunggu sebulan saja, serasa sewindu. Panitia sayembara memberi tahu, bahwa pengumuman karya yang akan jadi kontributor dalam buku tersebut akan diumumkan 15 Juni 2016.
Ketika sebulan lalu saya begitu merindukan pengumuman itu, di hari H-nya saya malah lupa selupa-lupanya dan sedang mematikan paket data pula. Dua orang teman baik—lagi-lagi masih berasal dari komunitas ini—yang justru memberitahu, bahwasanya karya saya adalah satu dari sepuluh besar yang In Syaa Allah akan ikut dibukukan sehabis lebaran nanti. Alhamdulillah wa syukurillah! Sebuah berkah di hari kesepuluh Ramadhan!
Dalam Islam, kita dilarang berandai-andai karena seolah tidak ridho pada ketetapan Allah. Tapi kali ini saya mau berandai-andai, dengan tujuan lain …
Andai saya memilih menyerah saat gagal pada event pertama, lalu berhenti menulis dan ogah ikut event lain, masihkah keberhasilan yang sekarang saya rasakan, akan Allah hadiahkan pada saya?
Yakinlah, Allah itu tak pernah tidur. Dia selalu melihat apa yang kita kerjakan, apa yang kita usahakan. Dalam setiap usaha, sekalipun berakhir dengan kegagalan, setidaknya jika kita ikhlas menjalaninya, In Syaa Allah itu akan tercatat sebagai bentuk ikhtiar yang memang Allah mau melihatnya dulu, sebelum memberikan keberhasilan di saat yang tepat. Di saat Dia tahu, kita memang sudah pantas mendapatkannya.
Jadi, jika saat ini kita mau menyerah dan hampir putus asa … ayo bangkit! Siapa tahu satu dua kali ‘tembakan’ lagi akan tepat mengenai sasaran! Bismillah! Man Jadda Wajada!
Source: islampos.com