SAHABAT dekat saya Allah uji kesabaran dalam hidupnya dengan diberikan anak yang luar biasa istimewanya melalui autis. Menjaga anak autis memang meningkatkan kesabaran orang tua hingga 500 persen dari sebelumnya. Hanya untuk memahamkan komunikasi dua arah saja, sang anak di sekolahkan ke luar kota dengan iuran bulanan hingga 5 juta rupiah.
Namun bagaimanapun sang sahabat lebih beruntung dari kebanyakan anak-anak Indonesia. Karena banyak anak-anak yang normal di Indonesia malah memiliki ayah atau ibu yang memperlakukan dirinya seakan (maaf) penderita autis.
Ada ayah yang bila anaknya mengajak komunikasi maka responsnya adalah nol. Bila pun bereaksi, itu pun dalam bentuk kemarahan ataupun bahasa perintah.
Begitu pula sang ibu. Banyak anak yang melihat ibunya termangu di depan televisi berjam-jam, atau di depan smartphone-nya begitu lama. Komunikasi yang dilakukan hanyalah pertanyaan; kamu sudah makan? Mandi? Sudah selesai PRmu? Ya, hanya sebegitu saja.
Begitu banyak kisah memilukan di rumah yang sering sampai kepada para pendidik di sekolah disebabkan orang tua seperti itu. Semisal; seorang anak di tanya gurunya di sekolah, “Abang ada shalat maghrib dan isya di mesjid?”
Sang anak menjawab; “Tidak, ibu guru. Ayah saya tidak sempat mengajak saya ke mesjid. Shalat di rumah saja jarang. Beliau sibuk dengan pekerjaannya”
Orang tua bergejala seperti itu, tidak memiliki kepekaan dan perhatian kepada keluarganya konon lagi bersedia menyediakan waktu untuk mendidik anak. Pada akhirnya dampak fenomena buruk ini melahirkan generasi yang mencari perhatian di jalanan atau di pasar-pasar serta tempat rawan maksiat lainnya. Ada yang kemudian masuk perangkap maksiat selayak pacaran. Mengerikannya lagi terjebak pada perzinahan atau perkosaan. Baik pelaku maupun korban.
Ada yang kemudian menjadi kafir tanpa sadar sebab tidak pernah di berikan pengajaran iman dari ayah dan ibunya.
Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita semua hingga terhindar dari menjadi orang tua yang asyik dengan dunianya sendiri.Ada ayah yang bila anaknya mengajak komunikasi maka responsnya adalah nol. Bila pun bereaksi, itu pun dalam bentuk kemarahan ataupun bahasa perintah.
SAHABAT dekat saya Allah uji kesabaran dalam hidupnya dengan diberikan anak yang luar biasa istimewanya melalui autis. Menjaga anak autis memang meningkatkan kesabaran orang tua hingga 500 persen dari sebelumnya. Hanya untuk memahamkan komunikasi dua arah saja, sang anak di sekolahkan ke luar kota dengan iuran bulanan hingga 5 juta rupiah.
Namun bagaimanapun sang sahabat lebih beruntung dari kebanyakan anak-anak Indonesia. Karena banyak anak-anak yang normal di Indonesia malah memiliki ayah atau ibu yang memperlakukan dirinya seakan (maaf) penderita autis.
Ada ayah yang bila anaknya mengajak komunikasi maka responsnya adalah nol. Bila pun bereaksi, itu pun dalam bentuk kemarahan ataupun bahasa perintah.
Begitu pula sang ibu. Banyak anak yang melihat ibunya termangu di depan televisi berjam-jam, atau di depan smartphone-nya begitu lama. Komunikasi yang dilakukan hanyalah pertanyaan; kamu sudah makan? Mandi? Sudah selesai PRmu? Ya, hanya sebegitu saja.
Begitu banyak kisah memilukan di rumah yang sering sampai kepada para pendidik di sekolah disebabkan orang tua seperti itu. Semisal; seorang anak di tanya gurunya di sekolah, “Abang ada shalat maghrib dan isya di mesjid?”
Sang anak menjawab; “Tidak, ibu guru. Ayah saya tidak sempat mengajak saya ke mesjid. Shalat di rumah saja jarang. Beliau sibuk dengan pekerjaannya”
Orang tua bergejala seperti itu, tidak memiliki kepekaan dan perhatian kepada keluarganya konon lagi bersedia menyediakan waktu untuk mendidik anak. Pada akhirnya dampak fenomena buruk ini melahirkan generasi yang mencari perhatian di jalanan atau di pasar-pasar serta tempat rawan maksiat lainnya. Ada yang kemudian masuk perangkap maksiat selayak pacaran. Mengerikannya lagi terjebak pada perzinahan atau perkosaan. Baik pelaku maupun korban.
Ada yang kemudian menjadi kafir tanpa sadar sebab tidak pernah di berikan pengajaran iman dari ayah dan ibunya.
Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita semua hingga terhindar dari menjadi orang tua yang asyik dengan dunianya sendiri.
Source: islampos.com